Pemprov Jatim Keberatan Wacana Pemotongan Gaji ASN Untuk Zakat
Siswo Heru Toto Kepala BKD Jatim (ft/tis)
SURABAYA (Nusapos.com) - Wacana Kementerian Agama memotong 2,5 persen gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk zakat mendapat penolakan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Sebab gaji ASN sudah banyak potongan dan kebutuhan hidup setiap pegawai tidak sama sehingga dikhawatirkan memicu pro dan kontra.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprov Jatim Siswo Heru Toto mengatakan bahwa gaji ASN sudah dipotong untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dan BPJS. Sehingga kalau dipotong lagi 2,5 persen untuk zakat itu kemanfaatan bagi ASN maupun keluarganya harus jelas.
Pertimbangan lainnya, kata Siswo ajaran agama Islam kewajiban membayar zakat itu bagi mereka yang mampu atau memiliki harta yang berlebih. Apalagi NKRI dibentuk berdasarkan Pancasila bukan negara berdasar agama Islam. "Urusan agama itu yang seharusnya hubungan persoanal antara manusia dan Tuhan. Jadi sebaiknya potongan untuk zakat itu dikembalikan pada kesadaran ke masing-masing ASN. Pemerintah dan negara sebaiknya tak perlu masuk kesitu," harapnya, Jumat (9/2) kemarin.
Siswo berharap pemotongan 2,5 persen gaji ASN itu untuk ikut Tabungan Save Mandiri yang dikelola pihak ke 3 untuk memperoleh tambahan Tabungan Hari Tua, sehingga saat mereka pensiun tidak terlalu resah. Mengingat, konsep pemerintahan ke depan ASN tidak lagi menerima pensiun karena diganti THT.
Senada, ketua Komisi A DPRD Jatim, Freddy Poernomo menyatakan mendukung langkah Pemprov Jatim yang keberatan (menolak) dengan wacana pemotongan gaji ASN sebesar 2,5 persen untuk zakat. Pasalnya, kewajiban membayar zakat itu tidak bisa dipaksakan kecuali bagi mereka yang mampu. "Sebaiknya jangan dipukul rata ke seluruh ASN karena kebutuhan hidup mereka tak sama," harap politisi Partai Golkar
Terpisah ketua PCNU Kota Surabaya Dr. Muhibbin Zuhrie menilai pernyataan kepala BKD Pemprov Jatim terlalu melebar dan bisa menimbulkan bias. "Kalau menolak tidak perlu dikaitkan dengan wacana negara agama. Sebab yang benar adalah negara secara konstitusional juga harus menjamin terlaksananya pengamalan syariat agama bagi pemeluknya, dan dalam hal penyelenggaraan negara harus berdasarkan nilai-nilai universal agama.
"Ini merupakan konsekwensi dari penerapan sila pertama Pancasila. Indonesia memang bukanlah negara sekuler yang menempatkan agama sebagai urusan privat atau personal," terang dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini.
Kendati demikian, Muhibbin juga mengkritisi supaya negara (pemerintah) memperbaiki regulasi terkait pajak dan zakat yang ideal bagi warga negara khususnya yang beragama Islam. Di contohkan, ASN atau warga negara muslim, tidak dikenakan pajak penghasilan (PPh), tetapi kepadanya diwajibkan membayar zakat atas penghasilannya dari profesi, atau usaha lain yang sudah melampaui nishab.
"Regulasi harus secara tegas menyatakan pembayaran zakat tersebut sebagai substitusi pajak. Khusus untuk pendapatan negara dari sektor zakat harus dikelola oleh sebuah badan khusus yang bertanggungjawab mengelolanya secara syar'i (sesuai ketentuan hukum Islam)," pungkas Muhibbin Zuhri. (tis).
Editor :Try Wahyudi Ary Setyawan
Source : -