Wajah Baru Masjid Baiturrahman Aceh Cantiknya Bak Masjid Nabi
Berbicara tentang Masjid yang satu ini memang tiada habisnya, sampai-sampai wisatawan yang ke datang ke Aceh umumnya tidak sempurna jika belum datang dan melihat langsung Masjid Baiturrahman. Ada banyak kisah menarik di balik keberadaan masjid megah ini.
Masjid yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam ini sempat dibakar saat agresi Belanda tahun 1873. Hingga akhirnya dibangun kembali oleh pasukan Belanda pada tahun 1877.
Menarikya lagi kisah hantaman tsunami yang menghantam Masjid ini pada 26 Desember 2004 silam. Keberadaannya tetap kokoh dan banyak orang yang selamat setelah masuk dan berlindung di dalam Masjid Baiturrahman ini.
Namun di balik kisah-kisah tersebut, yang tidak kalah menarik adalah perubahan wujud Masjid Baiturrahman ini dari masa ke masa.
Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten dan sebagai permintaan maaf juga untuk meredam kemarahan rakyat Aceh maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah terbakar itu.
Kerajaan Belanda membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman pada saat Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat masih bertahta sebagai Sultan Aceh yang terakhir.
Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala negeri disekitar Kota Banda Aceh. Di mana disimpulkan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100% beragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Jenderal Karel Van Der Heijden selaku gubernur militer Aceh pada waktu itu dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil.
Masjid Raya Baiturrahman ini selesai dibangun kembali pada tahun 1299 H dengan hanya memiliki satu kubah. Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman diperluas bagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Perluasan ini dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum (B.O.W) dengan biaya sebanyak F. 35.000,- (tiga puluh lima ribu gulden) dengan pimpinan proyek Ir. M. Thahir dan selesai dikerjakan pada akhir tahun 1936 M.
Usaha perluasan dilanjutkan oleh sebuah panitia bersama yaitu Panitia Perluasan Masjid Raya Kutaraja. Dengan keputusan menteri tanggal 31 Oktober 1975 disetujui pula perluasannya yang kedua dan pelaksanaannya diserahkan pada pemborong NV. Zein dari Jakarta. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M.
Dalam rangka menyambut Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Nasional ke-XII pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya Baiturrahman diperindah dengan peralatan, pemasangan klinkers di atas jalan-jalan dalam pekarangannya. Perbaikan dan penambahan tempat wudu dari porselin dan pemasangan pintu krawang, lampu chandelier, tulisan kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an dari bahan kuningan, bagian kubah serta instalasi air mancur di dalam kolam halaman depan.
Pada tahun 1991-1993, Masjid Raya Baiturrahman melaksanakan perluasan kembali yang disponsori oleh Gubernur Dr. Ibrahim Hasan, yang meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid yang diperluas, meliputi bagian lantai masjid tempat Shalat, perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan tempat wudu. Sedangkan perluasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah minaret. Sehingga luas ruangan dalam Masjid menjadi 4.760 m2 berlantai marmer buatan Italia, jenis secara dengan ukuran 60 × 120 cm dan dapat menampug 9.000 jamaah.
Dengan perluasan tersebut, Masjid Raya Baiturrahman sekarang memiliki 7 kubah, 4 menara, dan 1 menara induk. Dari masa ke masa masjid ini telah berkembang pesat baik ditinjau dari segi arsitektur maupun kegiatan kemasyarakatan. Sesuai dengan perkembangan, luas area Masjid Raya Baiturrahman ± 4 Ha, di dalamnya terdapat sebuah kolam, menara induk dan bagian halaman lainya ditumbuhi rumput yang ditata dengan rapi dan indah diselingi tanaman/pohon hias.
Saat bencana tsunami meluluh lantakan Tanah Rencong Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 lalu, Masjid Raya Baiturrahman masih tetap berdiri dengan megahnya, ombak tsunami yang mulai membasahi Bumi Aceh sungguh tak mampu menghancurkan rumah Allah ini. Pada saat itu Masjid Raya Baiturrahman menjadi tempat bagi rakyat Aceh berlindung juga sebagai tempat evakuasi jenazah para korban tsunami yang bergelimpangan.
Setelah melewati berbagai peristiwa-peristiwa bersejarah, sampai saat ini Masjid Raya Baiturrahman masih tetap berdiri kukuh sebagai simbol agama, budaya, semangat, kekuatan, perjuangan dan nasionalisme Bangsa Aceh.
Kini masjid ini juga telah mengalami perubahan besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah - Muzakkir Manaf, keduanya adalah mantan pejuang Gerakan Aceh Merdeka.
Hamparan rumput hijau yang dahulu menutup sekeliling halaman di luar masjid, kini digantikan oleh lantai marmer dan ditambah 12 payung elektrik raksasa.
Terdapat pula sebuah kolam yang dibangun di halaman depan, hingga membuat masjid kebanggaan masyarakat Aceh ini kian istimewa. Tampilan Masjid Baiturrahman yang sekarang bahkan disebut-sebut mirip Masjid Nabawi di Madinah.
Perubahan Masjid Baiturrahman tak berhenti di situ, karena di basement masjid juga dilengkapi dengan tempat wudhu, serta toilet pria dan wanita yang semua bahannya terbuat dari batu marmer Italia dan Spanyol.
Sementara untuk bagian atas, pada pinggiran halaman akan ditanam 33 pohon kurma dan satu pohon geulumpang. Sedangkan di tengah halaman akan dijadikan kawasan hijau yang dipenuhi rerumputan serta berbagai jenis bunga warna-warni.(acehterkini)