Akhiri Konflik Internal, Ketua DPD I Golkar se-Indonesia Desak Gelar Munas
Dr H Indra Muchlis Adnan
PEKANBARU, - Untuk menyelesaikan konflik internal terkait dualisme kepengurusan, Partai Golongan Karya (Golkar) harus menggelar Musyawarah Nasional (Munas, red). Desakan untuk menyelenggarakan Munas guna memilih kepengurusan yang definif, semakin senter disuarakan masing-masing daerah saat menggelar pertemuan di Surabaya (4-5/11/2015).
"Salah satu hasil kesepakatan pertemuan ketua-ketua DPD I Partai Golkar se-Indonesia, mendesak agar secepatnya digelar Munas untuk menyelesaikan dualisme kepengurusan di tubuh Golkar," kata Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol, Indra Muchlis Adnan , Kamis (5/11/2015) malam.
Menurut Indra, upaya menggelar Munas merupakan langkah tepat dalam menyelesaikan pertikaian demi kepentingan bangsa, khususnya Partai Golkar. Munas untuk rekonsiliasi harus meninggalkan tradisi transaksional dan digelar secara demokratis serta konstitusional.
"Saat ini, rekonsiliasi dan persatuan segenap potensi Golkar sangat diperlukan, tapi harus dimaknai dengan rekonsiliasi partai yang bermanfaat bagi bangsa dan negara," ujar Ketua DPD I Golkar Riau ini.
Untuk itu, lanjut Indra, rekonsiliasi semestinya berorientasi guna memecahkan masalah yang selama ini menjadi akar persoalan di tubuh Golkar. Nilai-nilai dan potensi oligarki, otokrasi dan otoritarian serta premanisme politik harus dihilangkan. Sedangkan yang meski dilakukan nilai etika dan demokrasi politik dengan iklim kekeluargaan dan kegotongroyongan.
"Oleh karena itu rekonsiliasi dan konsolidasi hanya bisa dicapai melalui Munas Golkar yang demokratis sesuai AD/ART partai," ujarnya.
Dikatakan Indra, Munas yang dilaksanakan dengan pola transaksional akan mengakibatkan masa depan Partai Golkar diambang kehancuran. Kubu Agung Laksono (AL) dan Aburizal Bakrie (ARB) hendaknya bersama-sama saling mengedepankan kepentingan partai di atas kepentingan pribadi dan kelompok.
"Saya sangat prihatin dengan sikap ARB yang ngotot agar Munas Golkar dilaksanakan tahun 2019 nanti, dengan dasar hasil Munas Bali. Padahal, Mahkamah Partai (MP) Golkar sudah memutuskan bahwa Munas Bali tidak demokratis dan penuh rekayasa. Sebaliknya, AL berpendirian, rekonsiliasi Partai Golkar sesuai amanat MP harus dilaksanakan melalui Munas. Apalagi, keputusan Mahkamah Agung (MA) tidak mensahkan salah satu kubu, baik Munas Bali atau pun Ancol," jelasnya.
Sementara, jika ARB merujuk pada putusan PN Jakarta Utara yang memenangkan kubu Bali, hal itu juga tidak bisa menjadi landasan karena pihaknya sudah mengajukan kasasi ke MA. Sehingga secara hukum kedua kubu tidak ada yang sah memegang kepengurusan DPP Golkar.
"Sedangkan Munas Riau sudah kedaluwarsa, masa baktinya sudah lewat. Berarti, sekarang ini terjadi kevakuman, putusan MA mencabut SK Menkum HAM tanpa ada pengganti, sehingga ada kekosongan," jelas mantan Bupati Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, dua periode ini.
Upaya yang realistis, menurut Indra, kedua kubu mempersiapkan untuk menggelar Munas sesuai AD/ART, bukan Munas Luar Biasa (Munaslub), melainkan Munas seperti yang dilaksanakan di Pekanbaru, Riau.
"Kita berharap Munas itu digelar akhir tahun 2015, agar tak terlalu lama terjadi kekosongan kepengurusan. Sebab kalau DPP atas dasar kesepakatan saja, tentu jadi rapuh dan mudah digugat," tutupnya. (goriau.com)
"Salah satu hasil kesepakatan pertemuan ketua-ketua DPD I Partai Golkar se-Indonesia, mendesak agar secepatnya digelar Munas untuk menyelesaikan dualisme kepengurusan di tubuh Golkar," kata Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol, Indra Muchlis Adnan kepada GoRiau.com, Kamis (5/11/2015) malam.
Menurut Indra, upaya menggelar Munas merupakan langkah tepat dalam menyelesaikan pertikaian demi kepentingan bangsa, khususnya Partai Golkar. Munas untuk rekonsiliasi harus meninggalkan tradisi transaksional dan digelar secara demokratis serta konstitusional.
"Saat ini, rekonsiliasi dan persatuan segenap potensi Golkar sangat diperlukan, tapi harus dimaknai dengan rekonsiliasi partai yang bermanfaat bagi bangsa dan negara," ujar Ketua DPD I Golkar Riau ini.
Untuk itu, lanjut Indra, rekonsiliasi semestinya berorientasi guna memecahkan masalah yang selama ini menjadi akar persoalan di tubuh Golkar. Nilai-nilai dan potensi oligarki, otokrasi dan otoritarian serta premanisme politik harus dihilangkan. Sedangkan yang meski dilakukan nilai etika dan demokrasi politik dengan iklim kekeluargaan dan kegotongroyongan.
"Oleh karena itu rekonsiliasi dan konsolidasi hanya bisa dicapai melalui Munas Golkar yang demokratis sesuai AD/ART partai," ujarnya.
Dikatakan Indra, Munas yang dilaksanakan dengan pola transaksional akan mengakibatkan masa depan Partai Golkar diambang kehancuran. Kubu Agung Laksono (AL) dan Aburizal Bakrie (ARB) hendaknya bersama-sama saling mengedepankan kepentingan partai di atas kepentingan pribadi dan kelompok.
"Saya sangat prihatin dengan sikap ARB yang ngotot agar Munas Golkar dilaksanakan tahun 2019 nanti, dengan dasar hasil Munas Bali. Padahal, Mahkamah Partai (MP) Golkar sudah memutuskan bahwa Munas Bali tidak demokratis dan penuh rekayasa. Sebaliknya, AL berpendirian, rekonsiliasi Partai Golkar sesuai amanat MP harus dilaksanakan melalui Munas. Apalagi, keputusan Mahkamah Agung (MA) tidak mensahkan salah satu kubu, baik Munas Bali atau pun Ancol," jelasnya.
Sementara, jika ARB merujuk pada putusan PN Jakarta Utara yang memenangkan kubu Bali, hal itu juga tidak bisa menjadi landasan karena pihaknya sudah mengajukan kasasi ke MA. Sehingga secara hukum kedua kubu tidak ada yang sah memegang kepengurusan DPP Golkar.
"Sedangkan Munas Riau sudah kedaluwarsa, masa baktinya sudah lewat. Berarti, sekarang ini terjadi kevakuman, putusan MA mencabut SK Menkum HAM tanpa ada pengganti, sehingga ada kekosongan," jelas mantan Bupati Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, dua periode ini.
Upaya yang realistis, menurut Indra, kedua kubu mempersiapkan untuk menggelar Munas sesuai AD/ART, bukan Munas Luar Biasa (Munaslub), melainkan Munas seperti yang dilaksanakan di Pekanbaru, Riau.
"Kita berharap Munas itu digelar akhir tahun 2015, agar tak terlalu lama terjadi kekosongan kepengurusan. Sebab kalau DPP atas dasar kesepakatan saja, tentu jadi rapuh dan mudah digugat," tutupnya. (goriau.com)
PEKANBARU, GORIAU.COM - Untuk menyelesaikan konflik internal terkait dualisme kepengurusan, Partai Golongan Karya (Golkar) harus menggelar Musyawarah Nasional (Munas, red). Desakan untuk menyelenggarakan Munas guna memilih kepengurusan yang definif, semakin senter disuarakan masing-masing daerah saat menggelar pertemuan di Surabaya (4-5/11/2015).
"Salah satu hasil kesepakatan pertemuan ketua-ketua DPD I Partai Golkar se-Indonesia, mendesak agar secepatnya digelar Munas untuk menyelesaikan dualisme kepengurusan di tubuh Golkar," kata Ketua DPP Golkar hasil Munas Ancol, Indra Muchlis Adnan kepada GoRiau.com, Kamis (5/11/2015) malam.
Menurut Indra, upaya menggelar Munas merupakan langkah tepat dalam menyelesaikan pertikaian demi kepentingan bangsa, khususnya Partai Golkar. Munas untuk rekonsiliasi harus meninggalkan tradisi transaksional dan digelar secara demokratis serta konstitusional.
"Saat ini, rekonsiliasi dan persatuan segenap potensi Golkar sangat diperlukan, tapi harus dimaknai dengan rekonsiliasi partai yang bermanfaat bagi bangsa dan negara," ujar Ketua DPD I Golkar Riau ini.
Untuk itu, lanjut Indra, rekonsiliasi semestinya berorientasi guna memecahkan masalah yang selama ini menjadi akar persoalan di tubuh Golkar. Nilai-nilai dan potensi oligarki, otokrasi dan otoritarian serta premanisme politik harus dihilangkan. Sedangkan yang meski dilakukan nilai etika dan demokrasi politik dengan iklim kekeluargaan dan kegotongroyongan.
"Oleh karena itu rekonsiliasi dan konsolidasi hanya bisa dicapai melalui Munas Golkar yang demokratis sesuai AD/ART partai," ujarnya.
Dikatakan Indra, Munas yang dilaksanakan dengan pola transaksional akan mengakibatkan masa depan Partai Golkar diambang kehancuran. Kubu Agung Laksono (AL) dan Aburizal Bakrie (ARB) hendaknya bersama-sama saling mengedepankan kepentingan partai di atas kepentingan pribadi dan kelompok.
"Saya sangat prihatin dengan sikap ARB yang ngotot agar Munas Golkar dilaksanakan tahun 2019 nanti, dengan dasar hasil Munas Bali. Padahal, Mahkamah Partai (MP) Golkar sudah memutuskan bahwa Munas Bali tidak demokratis dan penuh rekayasa. Sebaliknya, AL berpendirian, rekonsiliasi Partai Golkar sesuai amanat MP harus dilaksanakan melalui Munas. Apalagi, keputusan Mahkamah Agung (MA) tidak mensahkan salah satu kubu, baik Munas Bali atau pun Ancol," jelasnya.
Sementara, jika ARB merujuk pada putusan PN Jakarta Utara yang memenangkan kubu Bali, hal itu juga tidak bisa menjadi landasan karena pihaknya sudah mengajukan kasasi ke MA. Sehingga secara hukum kedua kubu tidak ada yang sah memegang kepengurusan DPP Golkar.
"Sedangkan Munas Riau sudah kedaluwarsa, masa baktinya sudah lewat. Berarti, sekarang ini terjadi kevakuman, putusan MA mencabut SK Menkum HAM tanpa ada pengganti, sehingga ada kekosongan," jelas mantan Bupati Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, dua periode ini.
Upaya yang realistis, menurut Indra, kedua kubu mempersiapkan untuk menggelar Munas sesuai AD/ART, bukan Munas Luar Biasa (Munaslub), melainkan Munas seperti yang dilaksanakan di Pekanbaru, Riau.
"Kita berharap Munas itu digelar akhir tahun 2015, agar tak terlalu lama terjadi kekosongan kepengurusan. Sebab kalau DPP atas dasar kesepakatan saja, tentu jadi rapuh dan mudah digugat," tutupnya
- See more at: http://www.goriau.com/berita/politik/akhiri-konflik-internal-ketua-dpd-i-golkar-seindonesia-desak-gelar-munas.html#sthash.BK9mMYjY.dpuf
Editor :Tim NP