Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dituntut hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Jaksa menilai Ahok terbukti melakukan perasaan kebencian di muka umum dan menyinggung golongan tertentu.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Muzakir mempertanyakan tuntutan Jaksa yang hanya 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun. Seharusnya, ditambah dengan pencabutan hak politik karena perbuatan terdakwa mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Kalau tindak pidana korupsi dicabut hak politiknya, mengapa pejabat melakukan penghinaan agama, golongan agama yang justru mengancam NKRI tidak dicabut ? Kalau tidak dicabut hak politik maka menjadi pemimpin yang memporak porandakan Indonesia karena menghina agama atau kelompok agama lain dan memiliki potensi yang mengancam NKRI,” kata Prof Muzakir, dalam perbincangan bersama Radio Republik Indonesia, Kamis (20/4/2017).
Menurut dia, pencabutan hak politik untuk memberikan pembelajaran bagi pejabat agar berhati-hati menyampaikan pernyataan.
“Seharusnya menurut logika, kalau korupsi terkait penyelahgunaan kewenangan, efeknya diri sendiri dan anggaran. Kalau ini mengancam NKRI. Kenapa Jaksa tidak mencabut hak politik dalam masa tertentu supaya memberi pelajaran misal selama lima tahun. Jadi selama lima tahun, cooling down. Ini loh efeknya kalau menghina dengan golongan yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar. Kalau setelah itu jabat lagi lalu apa pembelajarannya,” terangnya.
Jika Majelis Hakim memutuskan Ahok bersalah maka Ahok harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Gubernur DKI. Masa jabatan Ahok sebagai Gubernur DKI menyisakan enam bulan.
"Kalau terbukti, dia harus berhenti setelah ada vonis yang memiliki kekuatan hukum tetap," ujarnya. (rri)